Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menggelar diskusi terkait regulasi rekening mati di Indonesia. Topik ini menjadi perhatian utama karena menyangkut perlindungan konsumen sekaligus efisiensi layanan perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir, praktik rekening tidak aktif atau rekening mati menjadi masalah yang kompleks, baik dari segi keamanan maupun dampaknya terhadap pengguna.
Rekening mati biasanya merujuk pada rekening bank yang tidak digunakan selama jangka waktu tertentu dan tidak ada transaksi selama periode tersebut. Menurut standar internasional dan regulasi di Indonesia, rekening yang tidak aktif selama minimal 12 bulan dianggap sebagai rekening tidak aktif dan dapat dinonaktifkan atau “dibuat mati” oleh pihak bank. Tujuan utama dari regulasi ini adalah untuk mencegah penyalahgunaan rekening, seperti pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta mengurangi risiko keamanan data nasabah.
Dalam diskusi terbaru yang digelar OJK, berbagai pihak dari industri perbankan, asosiasi fintech, dan lembaga perlindungan konsumen turut terlibat. OJK menegaskan pentingnya transparansi dan perlindungan hak nasabah dalam proses pengelolaan rekening mati. Regulasi baru akan menekankan kewajiban bank untuk memberi tahu nasabah secara berkala tentang status rekening mereka. Jika rekening tidak aktif selama periode tertentu, bank harus melakukan konfirmasi kepada nasabah sebelum menghapus data atau menonaktifkan rekening tersebut.
Selain itu, OJK juga menyoroti perlunya sistem yang memudahkan nasabah untuk mengaktifkan kembali rekening mereka jika sewaktu-waktu diperlukan. Hal ini bertujuan agar rekening yang dianggap mati tidak menimbulkan kerugian bagi pengguna, terutama dalam hal transaksi darurat atau kebutuhan finansial mendadak. Regulasi juga mengatur tentang penghapusan data dan dana yang tersimpan di rekening mati agar dilakukan sesuai prosedur dan tetap mematuhi prinsip perlindungan data pribadi.
Dalam konteks perlindungan konsumen, OJK menegaskan bahwa proses penonaktifan rekening harus dilakukan secara adil dan tidak merugikan nasabah. Jika terjadi kesalahan atau rekening yang seharusnya tetap aktif malah dinonaktifkan, nasabah harus mendapatkan kompensasi dan proses klarifikasi yang cepat. OJK juga mengusulkan agar bank menyediakan layanan pengaduan yang mudah diakses untuk menyelesaikan masalah terkait rekening mati.
Selain dari aspek regulasi, diskusi ini juga menyinggung soal inovasi teknologi yang dapat memudahkan pengelolaan rekening. Penggunaan sistem digital dan notifikasi otomatis dapat membantu nasabah tetap aware terhadap status rekening mereka, sehingga risiko rekening mati secara tidak sengaja bisa diminimalisir. Beberapa bank sudah mulai mengadopsi sistem ini sebagai bagian dari layanan digital mereka.
Secara umum, regulasi mengenai rekening mati ini diharapkan mampu menciptakan ekosistem keuangan yang lebih aman, terpercaya, dan berorientasi kepada perlindungan hak nasabah. OJK berkomitmen untuk terus memantau dan melakukan evaluasi terhadap implementasi regulasi ini agar tetap relevan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat. Dengan adanya aturan yang jelas dan transparan, diharapkan masyarakat dapat lebih nyaman dan percaya dalam menggunakan layanan keuangan digital maupun konvensional.
Dalam jangka panjang, regulasi ini juga akan memperkuat sistem pengawasan dan meningkatkan integritas industri jasa keuangan di Indonesia. OJK mengajak seluruh pelaku industri untuk turut serta dalam menerapkan regulasi ini secara disiplin dan bertanggung jawab, demi terciptanya ekosistem keuangan yang sehat dan berkelanjutan. Dengan demikian, perlindungan konsumen dan keberlangsungan layanan keuangan dapat berjalan secara harmonis sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.